BATARA GOWA
Setelah Raja Tunatangkalopi
wafat, beliau kemudian digantikan oleh anaknya Batara Gowa yang menjadi
Raja Gowa. Walau anaknya sudah membagi kekuasaan untuk kedua putranya
yakni Gowa dan Tallo, tetapi perselisihan dari kedua putranya itu tak
terelakkan lagi.
Dari perselisihan kedua bersaudara ini,
Karaengloe ri Sero mengalah dan ia pergi merantau ke tanah jawa. Karena
Gallarrang yang masuk Wilayah Tallo terjadi kevakuman Pemerintahan, maka
Gallarrang ikut pada Batara Gowa. Dalam kondisi demikian, Batar Gowa
mendaulat kekuasaan Karaeng Loe ri Sero atas Gallarrangnya.
Setelah mengembara ke Tanah Jawa,
akhirnya Karaeng Loe ri Sero kembalinya ke Negerinya di Tallo. Ia
kemudian tinggal di sebuah pemukiman dekat sungai. Tempat itu kemudian
diberi nama Passiknang (bersedih). Nama ini kemudian berubah menjadi
Paccinang. Penamaan demikian karena Karaeng Loe ri Sero bersedih hati
karena perbuatan Batara Gowa atas dirinya, sehingga beliau ke tanah
Jawa.
Karaeng Loe ri Sero masih dalam keadaan
bersedih, kedua sahabatnya yang menjadi Raja di Batuwa dan Bira yakni
Karaeng Loe ri Bentang dan Karaeng Loe ri Bira mendatanginya.. kedua
Karaeng Loe ini minta pada Karaeng Loe ri Sero agar sudi meninggalkan
Paccinang dan tinggal di Kampung Batuwa yang masih dalam wilayah
kekuasaan Karaeng Loe ri Bira.
Agar Karaeng Loe ini mau mengikuti
ajakan kedua rekannya itu, kedua Karaeng Loe ini bersepakat untuk
mengakui dan memperlakukan Karaeng Loe ri Sero sebagai Raja yang
kedudukannya lebih tinggi dari mereka.
Accera Kalompoang (mencuci benda pusaka Kerajaan Gowa)
Karaeng Loe ri Sero merasa mendapat
kehormatan, dan disitulah semangatnya mulai bangkit untuk melaksanakan
Pemerintahan. Tempat Pemerintahannya itu kemudian diberi nama Tallo.
Saat itulah Kerajaan Tallo mulai berdiri dan Karaeng Karaeng Loe ri Sero
menjadi Raja pertama.
Karaeng Loe ri Sero merasa dihargai dan
sudah memiliki kekuasaan di Wilayah Kerajaan Tallo, maka lambat laun
permusuhannya dengan Raja Batara Gowa berangsur-angsur mereda dan
akhirnya bersahabat. Dalam kondisi demikian rakyat dikedua Kerajaan itu
berikrar :
“ Iya-iyannamo Tau Ampasisallaki Gowa na Tallo, Iamo Tau Nicalla ri Rewataya”.
(barang siapa yang berupaya memisahkan Kerajaan Gowa dan Tallo, ia akan dikutuk oleh Dewata).
Sejak saat itulah, Gowa – Tallo menjadi sebuah Kerajaan kembar. Pemerintah dan rakyat saat itu dikenal istilah Rua Karaeng Se’re Ata (dua Raja tapi satu rakyat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar