Anda Suka membaca Kisah Masa Lampau ??

Translate

Minggu, 25 Maret 2012

Raja Gowa XII

I Manggorai Daeng Mammeta

Sejak I Manggorai Daeng Mammeta  Karaeng Bontolangkasa dinobatkan sebagai Raja Gowa XII, beliau menggalang persaudaraan dengan Raja Bone La Tenrirawe Bongkange yang ditandai dengan perjanjian Persaudaraan kedua belah pihak.
Isi perjanjian itu bewrbunyi; Musuh-musuh seseorang diantara mereka itu juga adalah musuh-musuh bersama dan orang-orang Gowa yang berkunjung ke Bone adalah mereka itu seperti datang ke Negerinya sendiri dan orang-orang Bone berkunjung ke Gowa bagaikan datang ke negerinya sendiri.
I Manggorai Daeng Mammeta naik tahta dalam usia 20 tahun. Beliau diperisterikan oleh sepupunya yakni anak dari pamannya Karaeng Tunipallagga Ulaweng.
Semasa pemerintahannya, baginda telah banyak menjalin hubungan persahabatan dengan beberapa kerajaan di Nusantara ini, termasuk kerajaan di Negeri Jiran, seperti Raja Mataram, Raja Banjarmasing, Kerajaan di Pulau Jawa, Balambangan, Raja-raja di kepulauan Maluku, Raja di kepulauan Timor, Raja Johor, Raja Pahang, Raja Malaka, Patani, Thailan dan masih banyak lagi.
Prof. DR. HM. Saleh Putuhena pada makalah seminar tentang sejarah Hubungan Maluku dan Kerajaan Gowa, pada bulan Juni 2006 mengungkapkan, pada tahun 1580 Sultan Ternate Baabullah berkunjung ke Sombaopu Ibukota Kerajaan Gowa. Kedua Raja itu mengadakan perjanjian perseketuan (Bondgenooschap). Dari perjanjian itu, Sultan Ternate menyerahkan kembali Pulau Selayar ke Gowa yang pernah dikuasainya. Karena misi yang diemban Sultan Ternate adalah menyebarkan Agama Islam, maka Sultan Baabullah minta agar Gowa membangun Masjid pertama kali di Mangallekana yang disebut Masjid Mangallekana.
Mengenai Agama yang dianut oleh Raja I Manggorai Daeng Mammeta, masih simpang siur, ada yang mengatakan bahwa beliau masih menganut ajaran animisme dengan berdasar pada sejarah masuknya Islam di Gowa pada tahun 1605 dimana saar itu Raja Gowa yang pertama memeluk agama Islam adalah Sultan Alauddin dan Mangkubuminya Mallingkaang Daeng Nyonri. ini berarti I Manggorai Daeng Mammeta sudah memakai gelar Islam yakni Sultan Nuruddin. Ini menandakan bahwa Raja I Manggorai menganut agama Islam.
Atas prakarsa beliau itu pula maka Masjid Katangka dibangun dan menganjurkan umat Islam untuk menunaikan Ibada Haji serta menggalakkan pengajian.
Keberadaan Masjid di Mangallekana itu juga menjadi daya tarik bagi pedagang yang beragama Islam untuk masuk ke Dermaga Sombaopu, seperti dari negeri Pahang, Patani dan Johor juga negeri Arab.
Setelah sepuluh tahun lamanya memegang tampuk pemerintahan di Gowa, I Manggorai Daeng Mammeta mulai tidak menepati perjanjian persaudaraan dengan Raja Bone, sehingga timbul peperangan yang terjadi dikedua belah pihak. Wajo dan Soppeng masih berada di bawah pengaruh kekuasaan Gowa.
Tekanan Gowa terhadap terhadap Bone, Soppeng dan Wajo membuat ketiga Kerajaan Bugis itu mengadakan perseketuan di Timurung. Raja Bone La Tenrirawe Bongkange bersama Raja Wajo La Mungkace Toudamang MatinroE ri Batana dan Raja Soppeng Ma Mappaleppek PatolaE. Persekutuan yang mereka bentuk itu terkenal dengan sebutan TellupoccoE. Tujuan persekutuan ini adalah untuk menentang Supremasi Kerajaan Gowa.
Tahun 1583 Gowa menyerang Wajo tapi tidak berhasil, Dua tahun kemudian (1585) Gowa menyerang Bone tetapi juga tidak berhasil. Pada tahun 1590 Gowa mengulangi lagi serangan ke Wajo, tapi mengalami kegagalan dan malah Karaeng I Manggorai nasibnya menyedihkan.
Dalam perjalanan beliau ke Gowa dengan naik kapal layar dari Pare-pare dengan maksud, dari sana melalui Ajattaparang akan masuk ke Wajo, tiba-tiba Baginda diamuk oleh salah seorang pengikutnya yakni saudara teteknya bernama I Lolo Tamakkana, sehingga baginda mangkat waktu itu juga. Baginda kemudian mendapat gelar Anumerta Karaeng Tunijallo (Raja yang diamuk).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda